Halo!
Apa itu 5 Songs Challenge?
Aku mengikuti salah satu sekolah kepenulisan online khusus penyuka Korean Pop (K-Pop) di Facebook. Salah satu tutor (atau seonsaengsim/ssaem - biasa kami menyebutnya) membuat posting mengenai 5 Songs Challenge (Nama keren: Songfic (Song Fiction)), yang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai Tantangan 5 Lagu.
Ketentuannya adalah seperti ini:
1. Buka Windows Media Player atau aplikasi apapun pada PC/Laptop kamu dan taruh semua lagu yang ada di harddisk pada playlist-nya.
2. Buka Ms. Word, Chrome/Opera/Mozilla/Safari untuk persiapan browsing atau aplikasi Minilyric (opsional dariku, untuk membantu memahami lirik lagu yang tidak menggunakan bahasa Indonesia
3. Setting player kamu agar bisa memainkan lagu secara acak/shuffle.
4. Setelah lagu pertama dimainkan secara otomatis (untuk kasus Windows Media Player, biasanya aplikasi ini akan memainkan lagu yang berada di baris paling pertama), klik tombol next.
5. Setelah lagu terputar, dengarkan, dan gunakan judul lagu dan tuliskan nama penyanyinya di awal cerita. Buatlah flashfiction/drabble (tulisan pendek. Biasanya berukuran 100-200 kata) yang terinspirasi dari lagu yang didengarkan.
6. Tulis dengan spontan. Begitu kalian mendengarkan lagu, tuliskan apa yang menginspirasi dari lagu itu ke dalam flashfiction/drabble kalian.
7. Rules: Tidak boleh memilih lagu favorit. Tuliskan sesuai dengan judul lagu yang diputar secara acak oleh Windows Media Player kalian.
Dan begitu pula selanjutnya.
Menurut ssaem yang mengajar di KFFSchool, 5 Songs Challenge bisa diselesaikan dalam waktu satu jam.
But, 'cause I'm breaking the last rule - not really though (Aku memang melakukan shuffle, tapi aku tidak memilih lagu yang biasa aku dengarkan, melainkan memilih judul lagu yang how to say this - yang mana ketika aku mendengar dan membaca lirik lagu tersebut, aku lebih cepat mendapatkan inspirasi (Yeah, I know that this is complicated), aku menyelesaikan tantangan ini dalam waktu kurang lebih dua jam.
Dan, here we go. Berikut adalah flashfiction/drabble hasil dari not-so-shuffled playlist-ku:
1st song: What Means The Most by Colbie
Caillat
“What means the most to me is waking up next
to you, feel the morning breeze.”
Manik
matanya mulai mengerjap-ngerjap, membiasakan bola putih dengan hitam di tengah
itu agar tidak terlalu sakit ketika menatap sinar dari balik jendela yang
terendam tirai putih.
Seperti biasa, ia akan selalu menggeser
posisinya sedikit ke arah kanan ketika kesadaran sudah dimiliki sepenuhnya.
Menatap mata yang selalu terbuka untuknya, senyum yang akan selalu mengembang
untuknya.
Hanya untuknya.
“Selamat pagi, Jong In-a.”
Sang pemilik nama diam, namun
tetap dengan mata yang terbuka, menatapnya. Bibir yang merekah, melemparkan
senyumnya.
“Jong In-a, kau tidak pernah
lelah tersenyum, ya?” tanya wanita itu, balas menatapnya.
“Ha Na-ya, sarapan sudah omma siapkan. Jangan tidak makan, ya. Omma taruh di depan pintu,” seru suara
dari balik pintu kamarnya.
“Kau lapar?” tanya Ha Na pada
Jong In, yang tetap tersenyum, hanya padanya.
“Tidak? Baiklah. Hm, sepertinya
pagi ini cerah. Mau ke balkon dan menikmati udara segar?”
Ha Na kemudian melangkah ke arah
jendela yang memisahkan kamar dan balkon, dan membukanya. Udara segar pun
masuk, angin pagi yang menerpa wajahnya membuat rambutnya yang tergerai tampak
menari.
Ia kembali masuk ke kamarnya, dan
mengambil sesuatu yang tergeletak di atas tempat tidurnya. Sebuah pigura.
“Jong In-a, bagaimana? Segar,
tidak?”
Ha Na menatap foto yang tersemat
dalam pigura itu. Namun yang dimaksud hanya tersenyum menatapnya.
Senyum dan tatapan yang sudah lama dan akan terus membeku
di sana.
“Orang aneh. Aku sedang bertanya, bodoh. Jangan senyum
terus. Jawab pertanyaanku.”
Sisipan getaran terdengar dari kalimatnya. Ia menggenggam
pigura itu erat, dalam tangis.
~
* ~
2nd Song: After Dark by Asian Kung-Fu
Generation
“If it was a dream we woke, but we have done
nothing yet, advance!”
“Jeongmal?”
Se Hun mengangguk menggebu-gebu.
“Lalu, setelah kita melewati gerbangnya, warna-warna pastel akan menyambutmu.
Ukiran-ukirannya begitu unik. Cocok sekali untuk dijadikan latar belakang
berfoto. Para burung merpati juga banyak yang bertengger di sana. Jika kau
ingin dihampiri oleh mereka, kau bisa beli pakan burung yang dijual di sekitar
air mancur. Atau jika kau membawa roti, kau bisa menyobeknya sedikit demi
sedikit dan menaruhnya di atas tanganmu yang terbuka. Mereka akan berkumpul
dengan sendirinya.”
“Lalu?”
“Pertamanya memang mengerikan
ketika dihampiri belasan burung yang tiba-tiba menyerbumu, tetapi setelah
mereka mendekat dan memakan remah-remah rotinya, rasanya senang saja. Sekaligus
geli. Paruh mereka menggelitik,” ucap Se Hun panjang lebar, dan antusias.
“Daaan, siapa lagi?”
“Eh?”
“Ya, Se Hunnie, kau pikir aku
bodoh mau percaya pada ceritamu tentang kota Wina itu? Aku tanya sekarang, kau
mendapatkan cerita dari siapa lagi?” bentak Lu Han telak.
“Ng, dari trainee yang pernah ke sana,” jawab Se Hun takut-takut.
Lu Han menepuk pundak Se Hun
tegas. “Bangunlah. Mulailah melangkah untuk mencapai impianmu ke Eropa.”
~ * ~
3rd Song: Baby Baby by 4MEN
“There’s
not a thing that can stop me from looking at you.”
“Blus favoritmu, ya?”
“Tepat sekali.”
“Kau mengenakan kalung juga?”
“Tentu saja.”
Suaranya begitu lembut terdengar
masuk ke gendang telingaku. Getaran yang tak pernah dan tak akan pernah
terlupakan.
Aku memeluknya erat. Memaksa
memori otakku untuk terus mengingat aroma ini. Manis, namun tenang. Tidak
terlalu mencolok, namun memabukkan.
“Kalau kau membeli baju baru,
biarkan aku memelukmu seperti ini, ya?” rengekku manja. Tak apalah, sesekali.
“Repot juga, ya,” kekehnya geli.
“Baiklah, chagiya.”
Ia mengecup keningku sekilas,
membuatku merasakan desiran membahagiakan di sekujur tubuhku.
“Bolehkah aku memandangmu?”
tanyaku, lagi. Ah, entahlah. Aku pun heran mengapa aku begitu manja pagi
menjelang siang ini.
“Boleh,” ia mengizinkan.
Kurasakan tangannya kini mengenggam tanganku dan membawanya ke arah wajahnya.
Bisa kurasakan rahangnya, tulang pipinya. Kugerakkan sedikit tanganku sampai
akhirnya bisa menyentuh hidungnya, bibirnya...
“Kau, cantik.”
“Gomawo, chagiya,” ucapnya lembut.
Tidak ada yang bisa menghalangiku untuk memandanginya. Ya, dia.
Istriku.
Meskipun
mata ini sudah kehilangan cahayanya.
~ * ~
4th Song: The Last Song Ever by Secondhand
Serenade
“I wish my life was this song. ‘cause songs
they never die. I could write years and years, and never have to cry.”
“Jong Dae-ya.”
“Wae?”
“Terpikir untuk menulis lagumu
sendiri, tidak?”
“Belum terpikir.”
“Sampai kapan kau akan
memikirkan itu?”
“Entahlah.”
“Beberapa puisiku sudah kau
bawakan di pentas seni melalui musikalisasi, kadang juga kau bawakan sebagai
lagu, dan kau nyanyikan sendiri. Teman-teman menilaimu luar biasa. Sudah
saatnya kau melangkah, Jong Dae-ya.”
“Aku...tidak mau. Lebih nyaman
dengan puisi-puisimu,” ujar Jong Dae, dengan suara bergetar.
“Tapi, aku sudah seperti ini,
Jong Dae-ya,” sergah Sung Byul.
Jong Dae tidak merespon. Sung
Byul menghela napasnya berat.
“Jika aku boleh meminta, aku ingin
bereinkarnasi jadi lagumu saja, kalau begitu. Bagaimana?”
Jong Dae menatap mata Byul yang
kini berbinar. Kemudian ia menggerakkan tangannya, mencoba menyentuh pipi yang selalu
ia rasakan kelembutannya.
Nihil.
Ia hanya menggenggam udara.
Dan tatapan Sung Byul terlihat
makin sedih setelahnya.
~ * ~
5th Song: Love In The Ice by DBSK
“Your cold hands, your trembling lips. You
bear it as if nothing has happened.”
Kali ini ia kembali dalam bayang
gelapnya kota Seoul.
Suara pintu terbuka terdengar,
langkah heels-nya yang mengetuk
lantai hanya berlangsung sebentar. Lalu berganti dengan suara gesekan sandal
rumah di atas lantai kayu apartemennya yang tidak terlalu mewah.
Ia menghampiriku. Lalu memelukku
erat, sebentar. Sebisa mungkin kujalarkan kehangatan yang kumiliki agar ia
tidak merasa kedinginan. Musim dingin kali ini terlalu dingin untuknya. Aku
bisa merasakan itu.
Dress mini, heels tinggi,
jam kerja malam hingga dini hari.
Orang-orang itu pastilah sudah
menelan kehangatannya, lagi, malam ini.
Ia lalu menyeduh kopi. Ia akan
menuangkan bubuk kopi sebanyak dua sendok. Gula satu sendok, serta krim
secukupnya. Lalu ia akan menguncang tekonya sebelum dituangkan, dan dinikmati
perlahan.
Kulihat tangannya sedikit
bergetar. Pemanas ruangan sialan. Kenapa kau malah mendekati ajalmu di saat
seperti ini?
Suhu ruangan tidak sehangat yang ia inginkan. Menjadikan
bibirnya bergetar. Tangan yang begitu dingin. Kuku-kuku kaki yang kurasa akan
terlihat bewarna pucat jika tidak ditutupi oleh kuteks merah mencolok itu.
Lagi, aku hanya bisa memandangnya dari kejauhan. Dalam
bisu.
Karena aku hanya sebuah sweater
rajut abu tua, yang tergantung dekat pintu masuk.
~ * ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar