Mungkin mesti begini, ulat-ulat itu membangun kepompongnya
Melipat-lipat daun: percaya takkan direbahkan ke bumi,
sebelum segala mimpi usai.
---
"Panggilan kepada penumpang pesawat tujuan Korea Selatan..."
Napasku memburu.
Aku melirik jam tanganku berulang kali. Padahal aku sudah memberitahu sopirku agar menambah kecepatan. Tapi kemacetan benar-benar menghalangiku! Aku terpaksa meninggalkan satu koperku yang berisi peralatan make up yang harus kukenakan pada masa pelatihan nanti!
Ah, sudahlah. Aku beli saja di sana.
Ya, aku akan menjadi artis terkenal di sana!
Terima kasih, Tuhan! Aku berhasil melewati tahap audisi online itu dan menerima panggilan entertaintment terkenal di sana! Mimpiku tinggal selangkah lagi!
Aku terengah. Sedikit lagi, aku bisa sampai ke gerbang check in, yang perlu kulakukan hanya tinggal menunjukkan tiketku dan membayar boarding pass, lalu...
"Selamat malam, Nona. Bisa tunjukkan tiketnya?"
Aku mengangsurkan tiketku pada penjaga yang mengenakan jas putih.
"Lewat sini," ujarnya sambil menjulurkan tangannya ke arah yang harus kutuju.
Aku lebih cepat melangkah. Lalu menuju gerbang yang dimaksud penjaga tadi.
"Selamat datang, Nona Rhin. Silakan masuk."
Aku masuk dan menduduki nomor seat sesuai tiket. Ternyata di deretan kursiku sudah ada orang. Dengan segera, aku mengambil posisi ternyamanku.
"Hei."
"Ya?"
"Karena apa?"
"Eh?" Aku tak mengerti maksud orang ini.
"Kau masuk pesawat ini, karena kau mati, bukan? Ini adalah pesawat yang mengantarmu ke akhirat. Jadi aku tanya, kau mati karena apa?"
Adegan flashback yang memaksa masuk ke dalam memoriku kini mengingatkanku: aku ditabrak mobil berkecepatan tinggi saat menyebrang menuju ke sini.
Terinpirasi dari Pledoi Ulat - Dorothea Rosa Herlianai
#FF2in1 Sesi 2
11-12-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar