“Dingin?”
“Hu
um. Karena hujan, mungkin.”
Ryou
menatap ke arah leher Akemi yang kosong, lalu dengan sigap melepaskan syal yang
terkalung di lehernya.
“Pakai
saja.”
Akemi
melirik sekilas. Lalu senyuman tipis terlukis di wajahnya. “Terima kasih.”
Keduanya
menatap ke arah jendela bis yang tengah membawa mereka. Tetesan air yang
menyentuh kaca bis yang tengah melaju, membentuk goresan tersendiri. Cukup
deras. Terlihat orang kini berlalu lalang seperti diburu. Berharap hujan tidak
membasahi mereka lebih jauh.
Bis
lalu berhenti di pemberhentian yang terdekat, di area Zojo-ji, Tokyo.
Udara
mulai mendingin. Langit seperti sedih berkepanjangan. Alirannya makin berat,
dan pekat.
Namun
tidak mengurungkan niat keduanya.
Akhirnya
mereka tiba di tempat tujuan. Tak perlu waktu lama sampai mereka akhirnya
menemukan nama itu.
Ryemi
Yamada.
Angin
seperti meliar, berhembus kencang. Rok lipit seragam sekolah Akemi, yang
merupakan salah satu SMA favorit di Tokyo kini ikut melambai. Ryou memegangi
payung kuat-kuat.
“Kau
bawa hadiahnya, kan?” tanya Akemi sangsi. Ryou ini benar-benar pelupa kelas
akut.
“Tenang
saja. Aku sudah menaruhnya ke dalam tas,” Ryou tampak merogoh tas punggungnya
dengan salah satu tangannya yang bebas, dan mengeluarkan boneka miniatur Barbie
berukuran mini dan menaruhnya di samping Ryemi.
“Kalau
saja, malam itu – “
“Maaf,
aku lupa,” potong Akira. Mereka lalu mengatup kedua tangan masing-masing,
berdoa. Berdoa pada Jizō Bosatsu, patung
dewa pelindung anak-anak yang kini berada persis dekat nisan Ryemi, untuk
melindungi mereka yang berada di sini.
Pemakaman
janin.
“Aku
lupa pakai pengaman malam itu. Kalau saja, aku tidak lupa. Ryemi tidak perlu
seperti ini,” lanjut Ryou lagi. Dengan nada bersalah yang masih sama seperti
sebelum-sebelumnya.
Tempat
mereka yang terpaksa luruh karena nafsu.
A/N: Artikel mengenai pemakaman janin bisa diakses di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar