Sabtu, 25 Januari 2014

Review: I'm (Not) Your Bodyguard by Rafandha

I'm (Not) Your Bodyguard
Penulis: Rafandha
Penerbit: GACA, Divapress 
Cetakan 1: Januari 2014
Tebal: 209 halaman
ISBN: 978-602-255-426-4
Blurp:

"A friend is one that knows you as you are, understands where you have been, accepts what you have become, and still, gently allows you to grow." -- William Shakespeare
Pelan-pelan, siluet yang ia lupakan tadi muncul kembali di otaknya. Potongan gambar pertama, ia melihat dirinya sendiri berlari menyusuri lorong-lorong rumahnya dengan bertelanjang kaki. Potongan kedua, ia melihat anak kecil lain, lebih kecil darinya ikut berlari. Bahkan anak laki-laki itu mendahului dirinya sendiri. Potongan terakhir, sekaligus potongan yang membuat kepalanya semakin keras berdenyut adalah kenyataan bahwa perlahan, tubuh anak yang lebih kecil darinya itu tidak muncul lagi di permukaan kolam.
Lalu mendadak, semua kembali menjadi gelap. Suram. Bumi tak bersuara....

Pertama-tama: Selamat Bimo! Akhirnya kamu lahiran juga. Kamu adalah cowok yang pertama kali melakukan prosesi ini senantero dunia, kamu berhak masuk Guiness World Book of Record.

*skip*

Kedua: Namaku ada di thanks to! Yeay!

*double skip*

Diceritakan sebuah genk yang tak bernama. Kenapa seperti itu? Karena mereka berempat: Divi, Arga, Diana dan Tri, tidak membutuhkan nama. Cukuplah kehadiran serta kedekatan mereka saja yang dibutuhkan dan tidak perlu diwakilkan. Mereka tidak butuh gelar Johits!, genk Kepompong dan sebutan sejenis. Mereka hanya butuh mereka. Gabungan orang-orang yang merasa saling terkait satu sama lain.

Arga, satu-satunya cowok diantara para cewek-cewek cantik, memiliki hobi yang aneh: melempar komentar buruk terhadap nama-nama cowok yang dilontarkan sahabat-sahabat ceweknya itu. Ngerasa perfect? Bukan. Selidik punya selidik, Arga ini overprotective-nya udah masuk taraf akut sama para dayang(?)nya itu. Tiap ada cowok yang disebut, mulai deh mulutnya pedes level sepuluh.

Lama-lama, tiga dara itu risih juga. Terutama Divi yang perlahan mulai menambatkan hatinya pada seseorang yang lebih tua darinya. Pertengkaran tidak terelakan. Kedua individu itu memanas lantaran api ego yang tidak diniatkan untuk surut.

Pesan everything happens for reason itu adalah yang kutangkap dari novel Bimo. Hidup itu adalah suatu yang sudah digariskan. Tapi bukan berarti mentah-mentah harus diterima begitu saja.

Buku ini adalah buku yang berhasil mematahkan rekor waktu membacaku. Aku berhasil membaca buku ini kurang dari dua jam. Konfliknya ringan, teen banget. Gampang diserap. Bahasa yang digunakan Bimo juga santai, tapi analogi-analoginya dapet banget. Kalimat-kalimat pamungkasnya di sini tidak boleh diremehkan.

Ada sedikit typo menganggu. Konflik yang kelewat ringan cenderung gampang dilupakan. Kutipan yang quoteable untungnya bisa menyelamatkan dan meninggalkan jejak. Ending-nya cukup menyimpulkan, tapi menurutku agak kurang dramatis. Well, walaupun bukan ending sedih, aku prefer ending yang bisa membuat pembaca menghela napas lega sambil menutup buku.

Layout Divapress makin lama makin ramai. Kertas bukunya juga mengalami perubahan. Jadi tampak lebih bewarna dan enak dilihat.

By the way, ada bagian yang menganggu, yaitu saat Arga mencoba nembak. Setting-nya dirasa agak kurang pas dan cenderung dipaksakan. Main puzzle di bianglala? Hm... *berpikiran buat mencoba*

At last, terima kasih sudah mempercayakan diriku dan serangkaian teman-teman NBC Palembang & NBC Unsri lainnya untuk me-review buku pertamamu. Semoga berkenan!

Rate: 3/5 stars.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar