Versus Penulis: Robin Wijaya (@robinBIEwijaya) Penerbit: Gagasmedia ISBN: 978-979-780-670-5 Cetakan I: 2013 Tebal: 400 halaman Blurp: AMRI "Perselisihan ini tidak akan pernah selesai. Dan aku tahu, kami akan selalu hidup dalam bayang-bayang pertikaian. Lalu, ini adalah cerita turun-temurun yang diwariskan dari generasi-generasi sebelum kami." CHANDRA "Menjadi dewasa itu mengajarkan gue kalau hidup itu nggak pernah jadi lebih mudah. Lo harus siap menghadapi segala hal yang sama sekali nggak menyenangkan." BIMA "Saya berkutat dalam masalah mereka yang membenci perbedaan. Saya tidak sedang berusaha mencari kesamaan atau membuat persamaan agar kita bisa saling menerima. Saya berusaha hidup di antara itu semua. Hidup di antara perbedaan." Versus adalah kisah persahabatan tiga orang lelaki. Tiga orang muda yang punya sudut pandang dan prinsip masing-masing. Dengarkanlah baik-baik karena mereka akan mulai bercerita. Tentang perbedaan, kebersamaan, dan pemikiran yang satu. |
A story about brotherhood. Tiga lelaki yang bersahabat belasan tahun lamanya. Buku ini menceritakan tentang masa lalu yang dialami masing-masing tokoh: Amri, Chandra dan Bima. Idenya nggak seperti buku kebanyakan yang penuh dengan cecintaan.
Brotherhood yang disajikan pun bukan yang menye-menye. Kisah buram Jakarta tahun 90-an dibawakan dengan baik oleh penulisnya, dan kisah bagaimana tiga orang lelaki ini menjadi korban keganasan teori paradoks, dan kejamnya era Orde Baru.
Teori paradoks dikisahkan dengan perselisihan warga Kampung Bayah dan Kampung Anyar yang akan terus menjadi hal yang diwariskan setiap detiknya. Tidak akan pernah berakhir.
Amri menyukai kembang desa Kampung Anyar, Nuri. Yang dirasakan tidak mungkin oleh kedua sahabatnya.
Chandra, mengalami masa-masa sulit dengan keluarganya. Penipuan, hingga ke pembasmian apa yang menjadi pegangan hidup mereka.
Bima, preman kampung yang berjiwa bebas. Sifat kepahlawanannya patut diacungi jempol. Sayang, orang baik memang selalu pergi duluan.
Buku ini adalah genre baru dalam daftar bacaanku. Entah kenapa setelah baca ini, aku merasa harus move on dari genre cecintaan dan eksplor jenis bacaan lebih banyak lagi untuk membuka mata bahwa dunia ini nggak hanya sebatas cinta.
Ada sedikit bagian yang salah ketik huruf besar dan kecilnya di novel ini. Hanya satu, sih. Sedikit mengganggu. Tapi bacanya jalan terus, kok.
Penuturannya seperti baca buku harian. Sempat skip beberapa kalimat karena cukup membosankan. Tapi kejadian di prolog itu cukup membuat aku bertahan untuk terus membalik lembar demi lembar buku ini, hanya untuk mengetahui alasan di balik kejadian prolog itu. Dan, yah, semuanya terjawab sudah.
Jadilah, menutup buku ini dengan helaan napas lega.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar