Selasa, 15 April 2014

Antara Aku, Kamu dan Orang Ketiga

Ilustrasi diambil dari sini.
Di suatu tempat dan waktu...

"Sudah benar-benar mantap, ya?"

Si lelaki hanya menggangguk.

Si perempuan kini menatap awan yang sama sendunya dengan raut wajahnya kini. Guratan lelah tercetak samar karena make up. Namun tatapan mata tidak bisa berbohong.

Ia sedih.

"Kamu bahagia?" tanya si perempuan lagi.

"Kamu tidak terlihat seperti itu," alih si lelaki.

Si perempuan tertawa kecil, sebisa mungkin menyembunyikan nada miris. "Aku hanya lelah karena kesibukanku. Tidak ada hubungannya dengan ini."

Hening menyelimuti mereka sesaat. Sesekali, si lelaki menyesap kopi yang hangatnya masih tersisa sambil mencuri pandang pada perempuan yang ada di hadapannya.

"Ya, aku harap kalian baik-baik saja nantinya. Pernikahan itu berat. Tidak cukup hanya dengan cinta saja. Mental keduanya dipertaruhkan." Si perempuan menyesap teh hangatnya sesaat. "Kesabaran adalah kunci. Ada saja gelombang pasang yang menghambur untuk menghancurkan kalian nantinya. Bangunlah pondasi kalian sebelum hal itu terjadi."

Si lelaki menggenggam tangan perempuan berkulit pucat di hadapannya, dan membelainya dengan ibu jari. "Semuanya akan berbeda tanpamu," tuturnya tulus.

"Bicara apa kau ini? Semuanya tentu akan berbeda. Kau akan lebih bahagia bersamanya. Akan ada banyak hal menarik yang datang bersama orang baru yang menemani hidupmu." Si perempuan menepuk-nepuk tangan lelaki itu lembut, menyemangati.

"Aku tidak bisa merasa bahagia jika raut wajah yang di hadapanku seperti ini."

Si perempuan menarik kedua ujung bibirnya, seakan perintah itu menelusup langsung ke hati dan otaknya untuk berbuat demikian.

"Aku bahagia, kok. Aku bahagia jika kamu memang bahagia bersamanya," tutur si perempuan, diiringi dengan senyum terbaiknya.

"Terima kasih," balas si lelaki.

Bunyi bel dari sisi pintu kini terdengar. Derit pintu terbuka itu terasa sedikit menyesakkan. Langkah kaki penyusup hubungan di antara dirinya dan si lelaki itu terdengar makin dekat. Genggaman tangan di antara keduanya kini terlepas.

"Halo. Apakah aku mengganggu pembicaraan kalian berdua?" tanyanya sopan.

"Tidak. Tidak sama sekali. Kami baru saja selesai, kok," jawab si perempuan spontan.

Orang-yang-dulunya-asing itu kemudian mendekat ke arah si lelaki. Menjadikan si perempuan di seberang mereka tampak sendirian. Mereka tersenyum malu-malu dan tampak membisikkan sesuatu yang tidak si perempuan tahu.

"Kalian mau pergi?" tanya si perempuan pada akhirnya.

"Sudah ada janji dengan desainer untuk fitting," jawab si lelaki.

"Kalau begitu, pergilah. Tidak baik membuat orang lain menunggu."

Ketiganya kini bangkit. Satu sisi berpasangan dan satu sisi lain yang kesepian. Meskipun begitu, secara serentak mereka melangkah bersama ke arah pintu.

"Hati-hati, ya."

Si perempuan melepas pasangan itu dengan berat hati. Keserasian mereka makin membuatnya sesak. Yang membuatnya tidak tahan adalah senyuman yang dipancarkan keduanya. Mereka tampak benar-benar bahagia satu sama lain.

Sulit sekali untuk turut bahagia atas keduanya.

Ia kemudian mengambil smartphone dan memperhatikan layarnya. Foto dirinya dan si lelaki. Tangan kanan lelaki itu tengah merangkul bahunya, sementara tangan yang lain menggenggam tangannya erat.

"Semoga kamu berbahagia, anakku."

#

2 komentar: